Cenghiz Khan yang dimaksud diatas bukanlah seorang legendaries yang kejam, pintar, dan ambisius yang hidup pada abad ke 13. Tapi adalah seorang yang dikenal sebagai penguasa Broach Gujarat, yang hidup pada pertengahan kedua abad ke-16. Meskipun tidak ada data khusus yang menyebutkan hubungan darahnya secara langsung dengan Cenghiz Khan abad ke-13 namanya dikaitkan-kaitkan sebagai hasil dari pengaruh keturunan-keturunan Mongol yang mendirikan Kesultanan Mughal di India. Sebut saja seperti Babur sang pendiri dinasti Mughal yang merupakan salah satu keturunan Timur. Tidak hanya Keturunan-keturunan Babur yang terus memegang tampuk kekuasaan, kaum Mongolpun berimigrasi dari berbagai wilayah menuju India dan membentuk komunitasnya sendiri. Meskipun begitu alasan akurat dibalik namanya memerlukan pengkajian kembali.
Cenghis Khan (w. 1568 M) adalah seorang muslim sunni dan seorang pengikut wahdatul wujud yang menyandang gelar al-majlis al-‘ali. Ia merupakan anak dari ‘Imadul Mulk seorang budak Turki- salah seorang penguasa utama di Gujarat sekaligus menjadi kepala orang Turki di wilayah ini. Sebagaimana ayahnya ia merupakan seorang bangsawan penguasa kota pelabuhan Broach yang terletak di India.
Hubungan Cenghis Khan dengan Aceh telah melingkupi aspek diplomasi politik dan perdagangan. Ini terlihat dari penemuan 2 meriam kirimannya yang ditemui di Bronbeek, Belanda. Salah satu meriam tersebut berinskripsikan nama Cenghiz Khan Dan salah satu yang lainnya mengalami pengecoran dengan nama I’timad Khan dengan angka tahun yang tidak seluruhnya terbaca dan bertepatan dengan dasawarsa 1562-1572M. I’timad Khan merupakan lawan Cengiz Khan dalam perebutan kota Ahmadabad. Ada beberapa asumsi mengenai bagaimana meriam kedua ini sampai di Aceh. Misalnya Gulliot dan Kalus (2008) berpendapat bahwa meriam-meriam yang tersebut diatas mungkin dikirimkan pada periode ini atau antara tahun 1561 hingga 1572 M mengingat salah satu meriam tersebut beserta benda artileri lain dengan cap nama I’timad Khan dikirim ke Aceh setelah kekalahan I’timad Khan dalam memperebutkan kota Ahmadabad pada tahun 1567 M.
Bukti lainnya adalah keberadaan salah satu kapalnya yang bernama Samadi di Aceh pada tahun 1565 M. Kapal tersebut diketahui membawa muatan lada dan rempah-rempah lainnya.
Mengutip Gulliot dan Kalus ada seorang penulis Portugis bernama Couto (1786) yang hampir terlupakan mengatakan bahwa Raja Aceh pada pertengahan abad ke-16 selain mengirimkan utusannya ke Turki untuk membangun alliansi melawan Portugis juga mengirimkan utusannya ke Gujarat demi tujuan yang sama. Utusan Aceh tersebut diketahui bernama Hussein yang berangkat beberapa kali menuju Turki. Keberangkatannya pada tahun 1566 diketahui dengan menggunakan kapal milik Cenghiz Khan. Sebelum sampai di Istanbul ia turun di Gujarat dimana ia bertemu dengan Cenghis Khan sendiri. Pertemuan ini kemudian menghasilkan pengiriman orang dan artileri ke Kesultanan Aceh Darussalam.
Keberadaan peninggalan-peninggalan sejarah mengenai Cenghiz Khan telah membentuk suatu pendapat baru akan karakteristik hubungan internasional Aceh secara global tidak hanya dengan Turki Usmani tapi juga dengan India.
Pengkajian terhadap satu peninggalan sejarah mengarah pada penelitian-penelitian terhadap berbagai aspek sosial lainnya dalam kehidupan Aceh pada masa lalu. (Nia Deliana, 07 November 2014)