Geliat
perempuan muslimah berhijab di Turki
adalah suatu hal yang menarik dibicarakan. Sebagai seorang pendatang yang
secara langsung mengamati faktor sosialisme dan perpolitikan di Turki saya
mendapati ada persepsi negatif yang diarahkan secara kolektif terhadap
perempuan muslimah Turki yang produktif dalam ranah publik. Disisi lain, jika
melihat realita pada banyaknya perempuan-prempuan Muslimah Turki yang memilih
sibuk dalam dapurnya sekaligus merawat anak-anak seakan telah menjadi
pengesahan bahwa Muslimah Turki, sebagaimana umumnya masyarakat Muslimah di
negeri Timur Tengah lain masih belum bisa berdamai dengan nilai-nilai modernisme.
Tapi ternyata, setelah membaca sekian banyak narasi sejarah Turki abad ke 20
dan wawancara penulis dengn generasi-generasi yang mengklaim diri bukan Muslim,
keadaan Muslimah Turki saat ini dapat dipastikan dipengaruhi dari
peristiwa-peristiwa sejarah abad tersebut.
Pemikiran-pemikiran
Barat terhadap Muslimah di dunia Islam umumnya kerap didekatkan pada
gambaran-gambaran negatif yang kemudian melekat secara kolektif pada hampir
seluruh muslimah di dunia Islam. Deskripsi yang kemudian diucapkan dengan kata
alamiah ‘stereotip’ ini secara gamblangnya merupakan serangan psikis dimana
pandangan bahwa bodoh, tidak berpendidikan, patuh, anarkis, dan kumuh adalah
senjata yang ampuh untuk menekankan mana kubu superior dan mana kubu inferior.
Berdasarkan salah satu elemen penelitian PhD-nya yang berjudul Reconstruction
Class, Gender, and Islam (Rekonstruksi Kelas, Jender, dan Islam), Dr.
Nursem Keskin Aksay berjudul mendapati bahwa stereotip ini masih ada dalam
masyarakat umum di Turki baik dari pihak Sekuler maupun komunitas Muslim
sendiri. Yuna, sang penyanyi popular Malaysia yang jilbabnya dianggap sebagai
symbol swag dan diakui sejagat Los Angeles dan Hollywood suatu ketika
memaparkan bagaimana ia pernah dihadapkan pada situasi lingkungan yang
menganggap perempuan berhijab itu bodoh, tidak berpendidikan, tersiksa dan
kumuh yang ia jadikan sebagai batu loncat untuk membuktikan sebaliknya ( https://www.vogue.com/article/singer-yuna-malaysian-beauty-secrets-hijab-head-scarf) atau masyarakat di Iran, Saudi Arabia, dan kawasan Timur Tengah
lainnya yang hampir dilekatkan pada stereotip yang sama.
Barat terhadap Muslimah di dunia Islam umumnya kerap didekatkan pada
gambaran-gambaran negatif yang kemudian melekat secara kolektif pada hampir
seluruh muslimah di dunia Islam. Deskripsi yang kemudian diucapkan dengan kata
alamiah ‘stereotip’ ini secara gamblangnya merupakan serangan psikis dimana
pandangan bahwa bodoh, tidak berpendidikan, patuh, anarkis, dan kumuh adalah
senjata yang ampuh untuk menekankan mana kubu superior dan mana kubu inferior.
Berdasarkan salah satu elemen penelitian PhD-nya yang berjudul Reconstruction
Class, Gender, and Islam (Rekonstruksi Kelas, Jender, dan Islam), Dr.
Nursem Keskin Aksay berjudul mendapati bahwa stereotip ini masih ada dalam
masyarakat umum di Turki baik dari pihak Sekuler maupun komunitas Muslim
sendiri. Yuna, sang penyanyi popular Malaysia yang jilbabnya dianggap sebagai
symbol swag dan diakui sejagat Los Angeles dan Hollywood suatu ketika
memaparkan bagaimana ia pernah dihadapkan pada situasi lingkungan yang
menganggap perempuan berhijab itu bodoh, tidak berpendidikan, tersiksa dan
kumuh yang ia jadikan sebagai batu loncat untuk membuktikan sebaliknya ( https://www.vogue.com/article/singer-yuna-malaysian-beauty-secrets-hijab-head-scarf) atau masyarakat di Iran, Saudi Arabia, dan kawasan Timur Tengah
lainnya yang hampir dilekatkan pada stereotip yang sama.
Keberadaan
bukti sejarah seakan menjadi satu-satunya justifikasi penyangkalan terhadap stereotipe
tersebut. Mau tidak mau, bangsa yang perjalanan sejarah dalam hal dominasi dan
fungsi setara antara perempuan dan lelaki tercatat dengan baik merupakan
kelompok yang diuntungkan secara psikis dan sosial. Bangsa ini termasuk India,
Siam, dan Aceh. Narasi sejarah India dan Aceh misalnya merupakan salah satu
dari identitas politik yang saat ini diakui sebagai salah satu bangsa yang
memilki sejarah berperadaban, terutama dalam hal kesetaraan gender
masyarakatnya, meskipun pada fakta kekinian realita ini semata mata hanya dapat
dibenarkan sebagai pseudo-truth yang diyakini. Penguasa-penguasa perempuan,
panglima perang, dan cendekiawan telah banyak mewarnai narasi-narasi sejarah
India dan Aceh. Tidak lebih kompleks dari kenyataan di India, realita bahwa
sebelum Barat menemukan ‘cahaya penerangnya’ pada akhir abad ke-18, Aceh telah
merefleksikan kebebasan paling tinggi yang dapat diberikan oleh sebuah bangsa
beradab bagi perempuan-perempuannya yang telah secara langsung menghapuskan
stereotip-stereotip disebutkan di atas.
bukti sejarah seakan menjadi satu-satunya justifikasi penyangkalan terhadap stereotipe
tersebut. Mau tidak mau, bangsa yang perjalanan sejarah dalam hal dominasi dan
fungsi setara antara perempuan dan lelaki tercatat dengan baik merupakan
kelompok yang diuntungkan secara psikis dan sosial. Bangsa ini termasuk India,
Siam, dan Aceh. Narasi sejarah India dan Aceh misalnya merupakan salah satu
dari identitas politik yang saat ini diakui sebagai salah satu bangsa yang
memilki sejarah berperadaban, terutama dalam hal kesetaraan gender
masyarakatnya, meskipun pada fakta kekinian realita ini semata mata hanya dapat
dibenarkan sebagai pseudo-truth yang diyakini. Penguasa-penguasa perempuan,
panglima perang, dan cendekiawan telah banyak mewarnai narasi-narasi sejarah
India dan Aceh. Tidak lebih kompleks dari kenyataan di India, realita bahwa
sebelum Barat menemukan ‘cahaya penerangnya’ pada akhir abad ke-18, Aceh telah
merefleksikan kebebasan paling tinggi yang dapat diberikan oleh sebuah bangsa
beradab bagi perempuan-perempuannya yang telah secara langsung menghapuskan
stereotip-stereotip disebutkan di atas.
Gulatan
perempuan-perempuan Muslim didunia lain terbilang lebih berat, tidak hanya
dikarenakan faktor-faktor internal kunci lainnya seperti kondisi politik dan
ekonomi, tetapi juga oleh analisa-analisa fakta dan peristiwa sejarah yang
telah ditorehkan dan di-sifat-kan sejak lebih dari 300 tahun yang lalu.
perempuan-perempuan Muslim didunia lain terbilang lebih berat, tidak hanya
dikarenakan faktor-faktor internal kunci lainnya seperti kondisi politik dan
ekonomi, tetapi juga oleh analisa-analisa fakta dan peristiwa sejarah yang
telah ditorehkan dan di-sifat-kan sejak lebih dari 300 tahun yang lalu.
Kembali
pada interpretasi sejarah pada perempuan muslim di Turki, utamanya sejak
kejatuhan kekhalifahan pada tahun 1923, posisi muslim kian terpuruk. Tentu
keruntuhan kekuasaan primer ini tidak bisa ditautkan sepenuhnya pada kesalahan
Mustafa Kemal Ataturk tetapi lebih jauh dari itu merupakan akibat kegagapan
Turki Usmani menghadapi penerang-penerang intelektual, ekonomi, dan politik
negeri Barat yang telah berlangsung sejak periode Tulip pada awal abad ke-18.
Stereotip ini lebih gencar melekat pada perempuan Muslim Turki sejak
ditandatangani persetujuan bahwa hukum-hukum yang dianut secara konstituen
bersifat sepenuhnya sekuler yang pasti diaplikasikan tidak hanya dengan
perubahan alur dan gerak kepemerintahan tetapi juga menjangkau
perubahan-perubahan pada performans yang bersifat fisikal. Dan
perempuan-perempuan Muslim Turki merupakan kubu yang paling dirugikan.
pada interpretasi sejarah pada perempuan muslim di Turki, utamanya sejak
kejatuhan kekhalifahan pada tahun 1923, posisi muslim kian terpuruk. Tentu
keruntuhan kekuasaan primer ini tidak bisa ditautkan sepenuhnya pada kesalahan
Mustafa Kemal Ataturk tetapi lebih jauh dari itu merupakan akibat kegagapan
Turki Usmani menghadapi penerang-penerang intelektual, ekonomi, dan politik
negeri Barat yang telah berlangsung sejak periode Tulip pada awal abad ke-18.
Stereotip ini lebih gencar melekat pada perempuan Muslim Turki sejak
ditandatangani persetujuan bahwa hukum-hukum yang dianut secara konstituen
bersifat sepenuhnya sekuler yang pasti diaplikasikan tidak hanya dengan
perubahan alur dan gerak kepemerintahan tetapi juga menjangkau
perubahan-perubahan pada performans yang bersifat fisikal. Dan
perempuan-perempuan Muslim Turki merupakan kubu yang paling dirugikan.
Meskipun Mustafa Kemal Ataturk merupakan bapak
perancang aturan-aturan yang bertujuan memisahkan agama dari politik di Turki,
ia pada dasarnya tidak mempenakan aturan larangan berhijab bagi mereka. Aturan
ini melainkan dibuat oleh kalangan militer senior pada tahun 1980an setelah
kudeta militer. Sejak periode ini perempuan-perempuan muslimah Turki tidak
diperbolehkan muncul dengan jilbab di institusi-institusi pemerintah seperti di
rumah sakit, sekolah, universitas, perpustakaan dan
gedung parlemen. Secara alamiah, kebijakan ini telah menyebabkan posisi
Muslimah Turki secara umum semakin terbelakang. 1 persen dari mereka yang
mencoba produktif dengan berhijab mengalami diskriminasi mulai dari anarkisme,
denda, hingga menjalani hukuman penjara.
perancang aturan-aturan yang bertujuan memisahkan agama dari politik di Turki,
ia pada dasarnya tidak mempenakan aturan larangan berhijab bagi mereka. Aturan
ini melainkan dibuat oleh kalangan militer senior pada tahun 1980an setelah
kudeta militer. Sejak periode ini perempuan-perempuan muslimah Turki tidak
diperbolehkan muncul dengan jilbab di institusi-institusi pemerintah seperti di
rumah sakit, sekolah, universitas, perpustakaan dan
gedung parlemen. Secara alamiah, kebijakan ini telah menyebabkan posisi
Muslimah Turki secara umum semakin terbelakang. 1 persen dari mereka yang
mencoba produktif dengan berhijab mengalami diskriminasi mulai dari anarkisme,
denda, hingga menjalani hukuman penjara.
Belum lagi tekanan-tekanan sosial
lainnya yang didapatkan dari komunitas Muslim konservatif dikediaman mereka. Muslim
konservatif disini ditujukan pada puluhan Jemaah-jemaah yang terpecah belah dan
aktif di Turki, masing-masingnya berpedoman pada tokoh agama tertentu dengan
tambahan kitab tertentu yang dijadikan sumber primer selain alquran dan sunnah.
Secara sederhananya, golongan konsevatif ini menilai suksesnya satu keluarga
Muslim dengan melihat kondisi rumah yang bersih, anak-anak dan suami yang
terlayani dengan baik sekaligus penurut pada sanak keluarga dan tuhan.
Perhatian konservatif ini tidak diformulakan untuk program-program meningkatkan
skill (kemampuan) perempuan diluar rumah apalagi dukungan untuk terjun
ke politik. Artinya, pemikiran-pemikiran Islami mereka tidak mampu menjembatani
kompleksitas zaman post modernism sedangkan Islam dan kitabnya telah berkali kali
menunjukkan fleksibilitas sepanjang zaman.
lainnya yang didapatkan dari komunitas Muslim konservatif dikediaman mereka. Muslim
konservatif disini ditujukan pada puluhan Jemaah-jemaah yang terpecah belah dan
aktif di Turki, masing-masingnya berpedoman pada tokoh agama tertentu dengan
tambahan kitab tertentu yang dijadikan sumber primer selain alquran dan sunnah.
Secara sederhananya, golongan konsevatif ini menilai suksesnya satu keluarga
Muslim dengan melihat kondisi rumah yang bersih, anak-anak dan suami yang
terlayani dengan baik sekaligus penurut pada sanak keluarga dan tuhan.
Perhatian konservatif ini tidak diformulakan untuk program-program meningkatkan
skill (kemampuan) perempuan diluar rumah apalagi dukungan untuk terjun
ke politik. Artinya, pemikiran-pemikiran Islami mereka tidak mampu menjembatani
kompleksitas zaman post modernism sedangkan Islam dan kitabnya telah berkali kali
menunjukkan fleksibilitas sepanjang zaman.
Merve Kavakci merupakan satu dari
100 orang perempuan Muslim Turki yang kredibel saat itu. Ia ahli hukum Amerika
dan Turki yang ditendang keluar dari gedung parlemen saat ia datang dengan
jilbab untuk upacara pelantikan dan penyumpahan tahun 1999. Banyak Muslimah
Turki terpaksa harus belajar keluar ke Jerman, Inggris, Kanada, dan Australia
jika ingin menggunakan jilbab. Politisi-politisi dari partai AKP ini menuntut
reformasi terhadap kebijakan ini. Tuntutan ini mulai memuncak tahun 2002 yang dipimpin
oleh Recep Tayyip Erdoğan. Baru pada tahun 2014, kebijakan larangan berjilbab
ini benar-benar dihapuskan.
100 orang perempuan Muslim Turki yang kredibel saat itu. Ia ahli hukum Amerika
dan Turki yang ditendang keluar dari gedung parlemen saat ia datang dengan
jilbab untuk upacara pelantikan dan penyumpahan tahun 1999. Banyak Muslimah
Turki terpaksa harus belajar keluar ke Jerman, Inggris, Kanada, dan Australia
jika ingin menggunakan jilbab. Politisi-politisi dari partai AKP ini menuntut
reformasi terhadap kebijakan ini. Tuntutan ini mulai memuncak tahun 2002 yang dipimpin
oleh Recep Tayyip Erdoğan. Baru pada tahun 2014, kebijakan larangan berjilbab
ini benar-benar dihapuskan.
Dalam realita 11 kali Erdoğan
dipercayakan untuk memerintah dari satu kawasan kecil di Turki hingga kedudukannya
saat ini, Erdoğan telah banyak menciptakan perubahan dalam hal kebebasan
perempuan dalam bentuk apapun yang tidak bisa dipungkiri secara signifikan,
oleh kelompok sekuler sekalipun. Saat ini perempuan Turki mulai menunjukkan
keunggulannya dari ranah politik hingga olahraga. Kita bisa menjumpai
keberadaan taekwondo muslimah asal Turki
bernama Kübra Dağlı yang memenangi emas pada kompetesinya yang terakhir
tahun 2016. Pun, saat itu banyak masyarakat Turki baik kelompok Muslim maupun
sekuler yang lebih menyorot penutup kepala daripada kesuksesannya (https://www.independent.co.uk/news/world/middle-east/turkey-hijab-taekwondo-champion-kubra-dagli-response-a7371831.html). Ya, Gerak muslimah Turki masih panjang. Dan ini tidak bisa
dihentikan dengan kekalahan Erdoğan.
dipercayakan untuk memerintah dari satu kawasan kecil di Turki hingga kedudukannya
saat ini, Erdoğan telah banyak menciptakan perubahan dalam hal kebebasan
perempuan dalam bentuk apapun yang tidak bisa dipungkiri secara signifikan,
oleh kelompok sekuler sekalipun. Saat ini perempuan Turki mulai menunjukkan
keunggulannya dari ranah politik hingga olahraga. Kita bisa menjumpai
keberadaan taekwondo muslimah asal Turki
bernama Kübra Dağlı yang memenangi emas pada kompetesinya yang terakhir
tahun 2016. Pun, saat itu banyak masyarakat Turki baik kelompok Muslim maupun
sekuler yang lebih menyorot penutup kepala daripada kesuksesannya (https://www.independent.co.uk/news/world/middle-east/turkey-hijab-taekwondo-champion-kubra-dagli-response-a7371831.html). Ya, Gerak muslimah Turki masih panjang. Dan ini tidak bisa
dihentikan dengan kekalahan Erdoğan.
Hari ini adalah hari kunci bagi
kembali tidaknya Erdoğan pada tampuk kekuasan. Meryem Ilyal Atlas berpikir
menangnya Erdoğan adalah kemenangan bagi semua Muslimah Turki. Kekalahan Erdoğan
merupakan pintu gerbang kembalinya batasan-batasan terhadap gerakan perempuan (https://www.dailysabah.com/columns/meryem-ilayda-atlas/2018/06/23/who-is-the-champion-of-the-pious-in-turkey). Semoga tidak
terjadi!.
kembali tidaknya Erdoğan pada tampuk kekuasan. Meryem Ilyal Atlas berpikir
menangnya Erdoğan adalah kemenangan bagi semua Muslimah Turki. Kekalahan Erdoğan
merupakan pintu gerbang kembalinya batasan-batasan terhadap gerakan perempuan (https://www.dailysabah.com/columns/meryem-ilayda-atlas/2018/06/23/who-is-the-champion-of-the-pious-in-turkey). Semoga tidak
terjadi!.
*Relawan
Pusat Kebudayaan Aceh dan Turki (PuKAT) sekaligus seorang ibu rumah tangga, istri
dan mahasiswa PhD bidang sejarah dan Peradaban di Universitas Islam
Antarabangsa Malaysia.
Pusat Kebudayaan Aceh dan Turki (PuKAT) sekaligus seorang ibu rumah tangga, istri
dan mahasiswa PhD bidang sejarah dan Peradaban di Universitas Islam
Antarabangsa Malaysia.
telah terbit sebelumnya di: https://www.acehtrend.co/erdogan-gerak-muslimah-turki/