Mengidolakan Wonder Woman Sebuah Kesalahan

“Ma, kalau buku yang ini
gimana?” Tanya seorang anak pada Mamanya di sebuah kedai buku. Anak tersebut
memegang sebuah komik berjudul Wonder Woman. Jawab Mamanya, “ Enggak usah baca
komik. Itu filmnya udah keluar. ”. Tertarik dengan respon mamanya, si Anak berujar“ Wonder Woman ksatria banget yah Ma?”. “(Mengangguk). Enggak
cuma kuat, tapi cantik dan pinter.  Idola banget tuh”. 

 

 

Itu sekilas percakapan yang
saya dengar di sebuah kedai buku di Malaysia beberapa hari lalu.

Barangkali
percakapan ini cukup untuk menggambarkan betapa anak anak dan remaja memilih idola hidupnya dari karakter karakter superhero yang ditontonnya.

Dalam dunia masa kini,
seseorang yang tidak mengidolakan superhero barangkali merupakan hal yang tabu.
Mulai dari Lelaki Besi (iron man), Kapten America, Hulk, Thor, dan yang paling
terkini, Wonder Woman. Tidak seperti karakter-karakter lainnya, figur penokoh Wonder
women menjadi sebuah perselisihan dalam beberapa kelompok masyarakat. Beberapa Negara
seperti Jordania, Lebanon dan Tunisia bahkan dikabarkan telah melarang
penayangan film tersebut. 
‘Remake’ Sinema mengenai
ksatria perempuan yang dikenal dengan panggilan Wonder Woman ini baru saja
diluncurkan dalam bisokop-bisokop di dunia pada tanggal 2 Juni tahun ini. Film
ini bercerita tentang seorang perempuan yang berada di Pulau yang terlindungi
dilatih untuk menjadi pejuang yang tak terkalahkan. Pertemuannya dengan seorang
pilot Amerika menyadarkannya bahwa dunia luar sedang berada dalam konflik besar
dan kehebatan ajaibnya mampu menentramkan konflik tersebut. Wonder women versi Petty
Jenkins ini dibintangi oleh Gal Gadot, perempuan cantik yang meninggalkan
kontes pigeon demi mencapai mimpinya dalam karir akting. Diberitakan bahwa film
fantasi ini berhasil meraup keuntungan 450 juta dollar, angka paling tinggi
diantara film-film fantasi perempuan lainnya. Artinya, jumlah penikmat film ini
sangat tinggi. Lalu, mengapa ada perselisihan? 
Gal Gadot adalah seorang Yahudi
Israel. Namun, ini bukan alasan utama timbulnya perdebatan dan pencekalan film
ini. Lebih jauh dari realita rasnya, pendirian Gal Gadot soal Palestina merupakan
kunci persoalan tersebut. 
 “I
am sending my love and prayers to my fellow Israeli citizens,” she wrote.
“Especially to all the boys and girls who are risking their lives protecting my
country against the horrific acts conducted by Hamas, who are like cowards
behind women and children…We shall overcome!!! Shabbat Shalom! #weareright
#freegazafromhamas #stopterror #coexistance #loveidf”
“Ku kirimkan cinta dan doa pada teman teman
warga Israel, Khususnya pada semua lelaki dan perempuan yang hidupnya rela
terancam demi membela negaraku melawan tindakan tindakan mengerikan yang
dilakukan Hamas, yang pengecut dibelakang lelaki dan anak-anak… kita bisa
atasi!! Shabat Shalom! #kitabenar#bebaskangazadarihamas #hentikanteror#coexistance
#loveidf”
Gal Gadot yang menulis
kalimat-kalimat diatas dalam halaman facebooknya pada tahun 2014 menunjukkan
dukungan dan fanatisme Gal Gadot soal penyerangan Israel terhadap Gaza. Beberapa
saat setelah ‘postingan’ ini mencuat, diketahui bahwa ternyata Gal Gadot
sendiri pernah mengabdi di kemiliteran Israel selama dua tahun dimana ia
ditunjuk sebagai komander pasukannya. Hal ini menyebabkan semakin panasnya
perdebatan yang mengarah pada perpecahan persepsi antara justifikasi dan
diskualifikasi tindakan Israel terhadap Gaza. Ketika Gal Gadot kemudian dipilih untuk membintangi Wonder Woman yang telah release bulan ini, kritikan-kritikan
terhadap upaya legitimasi kekejaman Israel kembali dibentangkan. Tidak
berhenti disitu, pemeran Wonder Woman, Lynda Carter (bintang film Wonder Woman
tahun 1941) dan Gal Gadot ditunjuk oleh PBB sebagai Duta Penguatan perempuan
pada bulan oktober tahun 2016 lalu dimana pendirian PBB terhadap kasus Israel diragukan. 
Lalu, apakah Wonder woman punya
agenda politik bagi Israel? Ini merupakan pertanyaan yang perlu kajian lebih
komprehensif. Namun ada beberapa ‘kisi’ yang barangkali dapat memberikan
gambaran jawaban untuk pertanyaan ini. Kisi yang pertama adalah alur cerita.
Wonder woman dikatakan lahir dan dilatih di pulau yang terlindungi. Kata ‘terlindungi’
disini mengingatkan kita pada dinding-dinding kokoh yang membatasi Gaza dan
Israel. Kisi lainnya adalah watak karakter wonder women yang diperani langsung
oleh militarian kawakan dari Israel. 
Apapun jawabannya, realita
banyaknya pengagum film ini barangkali akan mengebalkan hati-hati lugu anak
anak kita untuk ‘biasa’ mendukung dan mencintai Negara Israel yang status ‘negara’nya
masih secara resmi ditolak oleh sebagian besar dunia. Lebih jauh lagi,
pencitraan semacam ini membuat manusia lupa bahwa wonder woman yang
sesungguhnya adalah perempuan-perempuan di Palestina yang dari generasi ke
generasi melawan orang-orang yang mejarah tanahnya, membunuh anak anak dan
keluarganya, dan mencabik cabik harga dirinya. Perlawanan ini mereka tujukan
pada bangsa yang menjustifikasi ‘kekejaman’ dan menyemangati ‘pengusiran dan
kematian’ orang orang Gaza hanya berlandaskan kepercayaan terhadap kitab
agamanya, bangsa yang sangat dicintai Gal Gadot. Ibu-ibu dan perempuan-perempuan Palestina yang
bergeliat dalam kondisi hidup semacam ini adalah Wonder Woman yang sebenarnya! 
Tidak hanya itu, anak-anak kita juga perlu mengetahui bahwa ada banyak wonder woman lainnya yang patut dicontohi sebagaimana yang sering kita pelajari dari perempuan perempuan tangguh masa rasulullah, atau mereka yang ada dalam peredaran sejarah dunia, atau Spesifiknya sejarah Indonesia. Seperti Keumalahayati, Tjut Nyak Dhien, Aisyiah, dan perempuan perempuan nyata lainnya. Intinya, adalah sebuah kesalahan membiarkan imajinasi panutan anak anak kita didominasi oleh seorang figur seperti Gal Gadot.

Kuala Lumpur, 15 Juni 2017

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

More articles ―