Tidak sedikit pihak yang berpikir bahwa sejarah adalah cerita-cerita
masa lalu yang tidak lagi punya hubungan dengan masa kini, bahwa sejarah hanya
membawa kerumitan kerumitan yang tidak penting, bahwa sejarah sepatutnya
dihapus dari kurikulum pendidikan tinggi dan universitas. Pikiran pikiran
seperti ini seringkali keluar dari mulut manusia-manusia yang 1). tidak melihat
jurusan ilmu sosial sebagai bagian dari perjalan hidupnya meskipun dalam
beberapa jenjang pendidikan, pengulangan-pengulangan materi ilmu sosial telah
dilewati. 2) yang tujuan pendidikannya semata-mata adalah untuk bekerja agar
keluarganya dapat hidup mapan dengan kondisi keuangan yang aman. Artikel singkat
ini tidak bertujuan untuk menghakimi pandangan-pandangan tersebut melainkan
hanya untuk mempersembahkan akibat yang muncul dari keberpihakan terhadap
sejarah.
masa lalu yang tidak lagi punya hubungan dengan masa kini, bahwa sejarah hanya
membawa kerumitan kerumitan yang tidak penting, bahwa sejarah sepatutnya
dihapus dari kurikulum pendidikan tinggi dan universitas. Pikiran pikiran
seperti ini seringkali keluar dari mulut manusia-manusia yang 1). tidak melihat
jurusan ilmu sosial sebagai bagian dari perjalan hidupnya meskipun dalam
beberapa jenjang pendidikan, pengulangan-pengulangan materi ilmu sosial telah
dilewati. 2) yang tujuan pendidikannya semata-mata adalah untuk bekerja agar
keluarganya dapat hidup mapan dengan kondisi keuangan yang aman. Artikel singkat
ini tidak bertujuan untuk menghakimi pandangan-pandangan tersebut melainkan
hanya untuk mempersembahkan akibat yang muncul dari keberpihakan terhadap
sejarah.
Â
Telah banyak artikel artikel senada yang telah ditulis, tapi
tampaknya persepsi persepsi demikian barangkali tidak akan pernah lenyap. Ini
dikarenakan sifat kealamiahan manusia yang cenderung berpihak pada sudut ‘aman’
lebih banyak dibandingkan mereka yang kukuh bertengger pada pojok ‘memberi
(baca: sengsara)’. Mengerti sejarah maknanya memahami penderitaan dan jerih
payah endatu dalam berjuang melewati hidupnya. Mengerti hal seperti ini dapat memelihara
niat dan tingkah laku untuk menjadi dan menyediakan hal terbaik tidak hanya
bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi siapa saja disekelilingnya. Dengan
mengerti masa lalu, Anda tidak akan mudah terbawa negatifnya arus zaman. Misalnya,
negatifnya gaya konsumerisme yang baru-baru ini menjangkiti
masyarakat-masyarakat di perkotaan seiring dengan ketibaan fasilitas-fasilitas
perbelanjaan dari mega korporasi nasional dan internasional. Sejarah dapat
berperan sebagai esensi utama hidup manusia. Pada hakikatnya, peran sejarah mendukung
mobilitas nilai-nilai agama dalam kehidupan. Klaim yang terakhir ini tidak
berlebihan jika pemahaman Anda terhadap sejarah selama ini tidak hanya soal figur,
periodisasi dan peristiwa yang diracik dengan konsep-konsep kebangkitan dan
keruntuhan atau konsep perang, damai, eskpansi dan kemakmuran. Dalam artian
lain, pemahaman seperti ini hanya berpijak pada naratif berdasarkan
ulasan-ulasan materi, bukan pembicaraan-pembicaraan berazaskan sifat internal
manusia.
tampaknya persepsi persepsi demikian barangkali tidak akan pernah lenyap. Ini
dikarenakan sifat kealamiahan manusia yang cenderung berpihak pada sudut ‘aman’
lebih banyak dibandingkan mereka yang kukuh bertengger pada pojok ‘memberi
(baca: sengsara)’. Mengerti sejarah maknanya memahami penderitaan dan jerih
payah endatu dalam berjuang melewati hidupnya. Mengerti hal seperti ini dapat memelihara
niat dan tingkah laku untuk menjadi dan menyediakan hal terbaik tidak hanya
bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi siapa saja disekelilingnya. Dengan
mengerti masa lalu, Anda tidak akan mudah terbawa negatifnya arus zaman. Misalnya,
negatifnya gaya konsumerisme yang baru-baru ini menjangkiti
masyarakat-masyarakat di perkotaan seiring dengan ketibaan fasilitas-fasilitas
perbelanjaan dari mega korporasi nasional dan internasional. Sejarah dapat
berperan sebagai esensi utama hidup manusia. Pada hakikatnya, peran sejarah mendukung
mobilitas nilai-nilai agama dalam kehidupan. Klaim yang terakhir ini tidak
berlebihan jika pemahaman Anda terhadap sejarah selama ini tidak hanya soal figur,
periodisasi dan peristiwa yang diracik dengan konsep-konsep kebangkitan dan
keruntuhan atau konsep perang, damai, eskpansi dan kemakmuran. Dalam artian
lain, pemahaman seperti ini hanya berpijak pada naratif berdasarkan
ulasan-ulasan materi, bukan pembicaraan-pembicaraan berazaskan sifat internal
manusia.
Skeptikalisme sebagian Muslim terhadap sejarah dapat dinilai
semakin parah jika melihat dari sudut pembahasan-pembahasan dari ayat-ayat suci
al-Quran, sebuah buku agung yang pasti dipelajari sejak umur belia, tergantung
seberapa banyak terjemahan dari ayat ayat indah berbahasa Arab itu dipahami dan
dipikirkan. Jika Anda familiar dengan kandungan al Quran, maka Anda akan
mendapati betapa porsi terbesar pembahasan dalam kitab tersebut adalah mengenai
sejarah. Sejarah Manusia di dunia. Alquran tidak hanya menjelaskan manusia
seperti apa seharusnya tumbuh dan berkembang dibumi tetapi juga memberikan
sebab-sebab-sebab naik dan runtuhnya sebuah bangsa dibumi. Bahwa sifat internal
manusia dan pengabaian terhadap nilai nilai kemanusiaan (baca: agama) yang
menyebabkan keruntuhan dan kemusnahan suatu kaum. Al-Quran merumuskan dasar
dasar nilai manusia secara umum, terlepas dari warna kulit, agama, pilihan
politiknya. Al-Quran menyerukan bahwa Sejarah itu penting. Bahwa manusia tidak
dapat hidup dengan mengabaikan sejarahnya, apalagi ketika ia berada dalam
tampuk kekuasaan, kekuasaan sekecil walikota atau gubernur sekalipun. Lebih
jauh lagi, tidak berlebihan pula jika kita berpikir, pengabaian dan penistaan
terhadap batu-batu nisan di Aceh, misalnya, dan harta sejarah lainnya telah melanggar
petunjuk dari Allah. Pelanggar ketentuan Allah jelasnya tidak mewakili
kepribadian seorang Muslim yang baik, apalagi jika ia berasal dari tempat yang membela syariah Islam.
semakin parah jika melihat dari sudut pembahasan-pembahasan dari ayat-ayat suci
al-Quran, sebuah buku agung yang pasti dipelajari sejak umur belia, tergantung
seberapa banyak terjemahan dari ayat ayat indah berbahasa Arab itu dipahami dan
dipikirkan. Jika Anda familiar dengan kandungan al Quran, maka Anda akan
mendapati betapa porsi terbesar pembahasan dalam kitab tersebut adalah mengenai
sejarah. Sejarah Manusia di dunia. Alquran tidak hanya menjelaskan manusia
seperti apa seharusnya tumbuh dan berkembang dibumi tetapi juga memberikan
sebab-sebab-sebab naik dan runtuhnya sebuah bangsa dibumi. Bahwa sifat internal
manusia dan pengabaian terhadap nilai nilai kemanusiaan (baca: agama) yang
menyebabkan keruntuhan dan kemusnahan suatu kaum. Al-Quran merumuskan dasar
dasar nilai manusia secara umum, terlepas dari warna kulit, agama, pilihan
politiknya. Al-Quran menyerukan bahwa Sejarah itu penting. Bahwa manusia tidak
dapat hidup dengan mengabaikan sejarahnya, apalagi ketika ia berada dalam
tampuk kekuasaan, kekuasaan sekecil walikota atau gubernur sekalipun. Lebih
jauh lagi, tidak berlebihan pula jika kita berpikir, pengabaian dan penistaan
terhadap batu-batu nisan di Aceh, misalnya, dan harta sejarah lainnya telah melanggar
petunjuk dari Allah. Pelanggar ketentuan Allah jelasnya tidak mewakili
kepribadian seorang Muslim yang baik, apalagi jika ia berasal dari tempat yang membela syariah Islam.
Â
Memelihara asset sejarah berdampak pada potensi rekonstruksi
naratif-naratif sejarah Aceh yang telah lebih banyak dirumuskan oleh
cendekiawan-cendekiawati Barat. Tanpa ingin menyalahkan
interpretasi-interpretasi yang telah dibuat dan dirunut dari generasi ke
generasi, merekonstruksi dari sudut pandang lokal merupakan beban penting yang
belum sepenuhnya terpenuhi. Ini tanggung jawab setiap orang yang mengaku bagian
dari sebuah bangsa dan negara.
naratif-naratif sejarah Aceh yang telah lebih banyak dirumuskan oleh
cendekiawan-cendekiawati Barat. Tanpa ingin menyalahkan
interpretasi-interpretasi yang telah dibuat dan dirunut dari generasi ke
generasi, merekonstruksi dari sudut pandang lokal merupakan beban penting yang
belum sepenuhnya terpenuhi. Ini tanggung jawab setiap orang yang mengaku bagian
dari sebuah bangsa dan negara.